Mudik

fitrahbukhari
4 Min Read
gambar (https://www.google.co.id/imgres?imgurl=http%3A%2F%2Fcdn0-a.production.liputan6.static6.com%2Fmedias%2F874958%2Fbig%2F056349000_1431425109-mudik_4_indonesiana_tempo_co.jpg&imgrefurl=http%3A%2F%2Fwww.bintang.com%2Flifestyle%2Fread%2F2273281%2Fnih-peta-mudik-2015-buatmu-biar-tidak-kesasar&docid=vEzQADOPtFDqkM&tbnid=Wm2fHS8BguhpmM%3A&w=673&h=373&bih=475&biw=1024&ved=0ahUKEwj96N6K9s_NAhXKLo8KHSAqAO8QMwgzKBEwEQ&iact=mrc&uact=8)

Kota, adalah ingatan orang tentangnya, begitu kata Orhan Pamuk dalam Istanbul-nya. Pulang ke kota kelahiran selalu menghadirkan perasaan senang, sekaligus sendu. Terutama jika disana terngiang kenangan masa lalu, teman bermain, atau perubahan drastis yang terjadi pada satu tempat khusus bagi diri.

Pulang ke kota kelahiran merupakan refleksi batin tentang kemajuan zaman, kemunduran adab atau sekaligus menjadi cermin sampai dimana kita telah berlari. Meninggalkan kota kelahiran tak semuanya setuju, apalagi berani, merupakan langkah revolusioner menentang nasib. Meninggalkan keluarga, teman kecil, lingkungan, juga air tempat kita disusuinya seumur hidup. Juga ketika kembali ke kota kelahiran, seperti kata Lesley Hazleton dalam Muslim Pertama, kita ingin disambut.

Seberapa buruk kenangan tentang kota kelahiran, hati pasti tetap terpagut olehnya, setidaknya ada beberapa hal yang membuat itu jadi nyata. Selain merupakan tempat bersejarah, tempat kita mengenal dunia, tempat kita dididik oleh orang tua untuk belajar arti kehidupan sampai pada tempat para leluhur kita bersemayam.

Semua itu menjadi faktor eksternal yang menjadi doktrin dan terpahat dalam sanubari setiap orang. Seberapa parah wujud kota kelahiran, perubahannya, modernitasnya plus (kalau ada) kekurangajarannya, dari lubuk hati yang paling dalam, kita merindukannya. Sudah banyak contoh mengenai hal ini, Nabi Muhammad, pergi meninggalkan Makkah dalam keadaan “kalah”. Pengikutnya sedikit, sementara ia meyakini risalah yang dibawanya merupakan sebuah hal yang harus diketahui sebanyak-banyaknya manusia.

Hijrah adalah pilihan paling realistis menurutnya, dan dalam Hijrah, Ia berhasil membuktikan dirinya bisa menyebarkan risalah. Namun, apa yang menyebabkannya tetap ingin kembali ke Mekkah?

Terlepas dari adanya kiblat umat Islam di dunia, Ka’bah, jauh dari itu, dalam hatinya, secara sosiologis, Muhammad merindukan kota kelahirannya. Muhammad ingin kembali meneguk air kebijaksanaan Kota kelahirannya, tempat Ia diasuh dan mengenal kehidupan, walau tak selamanya mulus. Bukankah ketidakmulusan kehidupannya yang membuatnya dikenal menjadi Rasul seperti sekarang?

Bruce Wayne, tokoh komik ciptaan Bob Kane ini juga berangkat dari hal tersebut. Baginya Gotham adalah masa lalu, tempat ia mengenal orangtua, sekaligus tempat ia ditinggal oleh orangtua karena pembunuhan. Sebuah kota yang sakit, tempat kejahatan merajalela, nepotisme menggurita serta korupsi yang semena-mena.

Gotham saat Wayne kecil adalah tempat yang paling tidak diinginkan orang untuk tinggal. Namun Wayne tidak menyerah, ia memupuk dendam pada pembunuhnya, bukan ingin membunuh, tetapi ingin membasmi kejahatan. baginya menghilangkan nyawa satu manusia, sama saja menghilangkan nyawa satu generasi, dan menimbulkan trauma sendiri pada keluarga yang ditinggalkan, sepertinya.

Karenanya, saat beraksi menggunakan topeng kelelawar itu, ia tak sampai menghilangkan nyawa, hanya sebatas memberi pelajaran. Tetapi sebelum akhirnya Wayne menemukan topeng kelelawar itu, ia hijrah ke satu tempat untuk belajar mencari cara terbaik untuk melawan ketidakadilan di kota Gotham. Ditengah kekalutan ditinggal orangtua, ia pergi untuk kembali. Menjadi penjahat di kotanya sendiri, mempelajari permainan para mafia di pusatnya, sampai masuk penjara karena terlibat aktifitas kriminal.

Namun, ia belajar mencari cara membangkitkan Gotham, baginya Gotham hanya seperti orangtua yang perlu dipapah untuk bangkit, bukan untuk diledakkan dan diganti dengan kehidupan baru. Dengan topeng kelelawar, ia mengangkat Gotham, untuk bangkit melawan kemerosotannya sendiri.

Dua kisah diatas setidaknya bisa menjadi pelajaran bahwa kota kelahiran memang punya nilai historis sendiri pada setiap anaknya. Pada hati kecil tiap orang, selalu menyimpan rindu untuk kembali ke kota kelahiran. Disana kita menjumpai sanak keluarga, teman kecil, teman bermain yang saat itu masih dengan mata telanjang memahami dunia. Atau teman sekadar meraba arti kehidupan yang sesungguhnya.

Karenanya, dengan mudik, kita akan melihat perubahan kota kelahiran, plus menjadi penanda ada yang menunggumu. Minimal kotamu menunggu, untuk diselamatkan. Kembalilah suatu saat untuk menolongnya, seperti Muhammad menolong Mekkah dan Wayne memapah Gotham.

30-6-2016, 19:42

Share This Article