BPKN: Konsumen Bisa Ajukan Gugatan Class Action Bila Dirugikan dalam Kasus PDNS

fitrahbukhari
4 Min Read

Peretasan yang terjadi pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 di Surabaya beberapa waktu lalu mendapat perhatian dari berbagai pihak, tak terkecuali Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Terungkap sebanyak 282 layanan publik lumpuh akibat peretasan tersebut.

Solusi dari pemerintah dalam kasus ini pun dipertanyakan. Bila tidak ada perbaikan, bukan mustahil ada gugatan class action oleh konsumen yang tidak mendapatkan layanan andal, aman dan nyaman. Hal ini disampaikan Ketua BPKN M. Mufti Mubarok dalam webinar bertema “Peretasan Data Nasional: Dapatkah Konsumen Ajukan Class Action?”, Kamis (11/7) lalu. 

Mufti mengatakan pemerintah khususnya Kemenkominfo harus terus mencari jalan keluar untuk mencegah terjadinya peretasan data yang berulang. ”Kami dari BPKN-RI terus mengadvokasi masyarakat dan bilamana diperlukan juga melakukan gugatan konsumen dalam class action untuk memulihkan hak konsumen,” kata Mufti dalam keterangannya.

Ketua Komisi Advokasi BPKN Fitrah Bukhari sependapat dengan Mufti. Dia menambahkan bahwa perlindungan data pribadi (PDP) merupakan hak warga negara sekaligus hak konsumen. ”Saat ini, bukan hanya pribadi saja yang dirugikan melainkan organisasi-organisasi yang ada di masyarakat juga menjadi korban,” ujarnya.

Untuk mencermati regulasi serta penanganan dugaan pelanggaran PDP pada PDNS, Analis Sistem Informasi Kemenkominfo, Rindy, menyampaikan bahwa dasar hukum perlindungan data pribadi yang menjadi acuan adalah UU No.27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). Sebelumnya sudah ada PP No.71 Tahun 2019 tentang Penyelenggara Sistem Transaksi Elektronik.

Wakil Ketua Komisi Advokasi BPKN Intan Nur Rahmawanti mengatakan bahwa UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, mengatur mengenai gugatan perwakilan kelompok (class action) dalam penyelesaian sengketa konsumen yang dilakukan oleh sekelompok konsumen/LPKSM. Ini menjadi opsi atau jalan menempuh upaya hukum dalam mengajukan ganti rugi.

Pemerintah khususnya Kemenkominfo harus terus mencari jalan keluar untuk mencegah terjadinya peretasan data yang berulang.

“Karena untuk konsumen, gugatan class action ini memiliki keuntungan-keuntungan khususnya dari efisiensi, biaya, tenaga, dan waktu,” ujarnya.

Sedangkan Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN, Heru Sutadi, mengatakan konsumen memiliki peran penting di era digital dan perkembangan teknologi yang mengubah pola komunikasi seperti saat ini.

Meski demikian, dia melihat terdapat tantangan keamanan siber dan perlindungan data. Salah satu contohnya ada di kasus peretasan PDNS, yang menyebabkan banyaknya layanan terganggu dampak dari ransomware. Peristiwa ini bukan pertama kali terjadi di Indonesia dan menjadi pertanyaan bagaimana tata kelola keamanan siber dan perlindungan data di Indonesia.

“Ini perlu perbaikan dengan mengadopsi best practice dan standar internasional serta perlu mengedukasi masyarakat, baik konsumen maupun pelaku usaha akan hak dan kewajiban untuk menjaga keamanan ciber serta fokus dalam perlindungan data pribadi.” tandasnya.

Kemenkominfo sendiri sudah menyediakan kanal untuk melaporkan dugaan kebocoran data pribadi. “Untuk proses penanganan dugaan pelanggaran PDP, Kominfo masih menindaklanjuti dengan menunggu info dari PDNS untuk tenantnya yang memproses data pribadi,” ungkap Rindy.

Rindy mengakui risiko untuk keamanan memang sulit untuk dihindari. Namun Kemenkominfo tetap berkewajiban memelihara keamanan penyelenggara sistem elektronik.

”Untuk meningkatkan perlindungan, perlu juga peran aktif semua stakeholder untuk sama-sama mewujudkan perlindungan data pribadi. Dan untuk menjadikan konsumen yang berdaya dituntut untuk mampu mengemukakan pendapatnya dan juga mengadvokasi diri untuk memperjuangkan haknya,” kata dia.

TAGGED:
Share This Article