Negeri di Ujung tanduk

fitrahbukhari
5 Min Read

“Di Negeri di ujung tanduk kehidupan semakin rusak, bukan karena orang jahat semakin banyak, tapi semakin banyak orang yang memilih tidak peduli lagi”

Petualangan Thomas bermula saat ia menjadi konsultan politik JD, mantan walikota dan gubernur yang mempunyai track record bersih, meningkatkan perekonomian rakyat dan segala kebijakannya dianggap pro rakyat. JD dalam visinya bertekad untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih, menegakkan hukum, tanpa memandang apapun. Track record Thomas sebagai konsultan politik tak kalah menterengnya, belum genap usia konsultan politiknya 1 tahun, dalam 2 pemilihan gubernur ia berhasil mengalahkan calon incumbent. Jelas kombinasi keduanya dalam suatu tim, akan sangat berdampak pada perubahan konstalasi perpolitikan nasional.

Hal ini jelas membuat “gerah” sebagian orang yang sudah mapan dalam kontestasi politik nasional, Tak bisa dipungkiri dalam setiap negara kita temukan “perselingkuhan” antara pilar Trias Politica ala Mountesqiue, Legislatif, eksekutif, yudikatif. Dalam novel ini digambarkan dengan gamblang bagaimana pola kerja jaringan mereka dalam mengkooptasi maupun pilar Trias Politica tersebut. Kris, seorang staf IT di kantor konsultan politik milik Thomas dengan amat baik membuat gambaran pola kerja jaringan mafia hukum. Dari mulai perwira tinggi polri, hingga pebisnis kacangan terlibat dalam satu jaringan. Semuanya terkait dan ketika ada “anggota” jaringan mereka yang terkena kasus, secara otomatis, mereka beserta “cabang” nya yang akan menangani, tentu setelah sebelumnya diberi “kode”.

Gurita mafia hukum membuat Thomas yang pada saat itu sedang mengisi konferensi komunikasi politik internasional di hongkong terlibat urusan dengan pasukan khusus anti teror hongkong, SAR, dikarenakan saat penggerebekan, kapal privat yang dinaiki Thomas memiliki seratus kilogram heroin beserta ratusan pucuk senjata. Saat sedang bersantai di laut lepas hongkong, sembari melakukan wawancara dengan wartawan majalah politik ternama ibukota, Maryam. Kejadian ini cukup membuat Thomas beserta seisi kapal diangkut dalam suatu gedung khusus untuk diintrogasi.

Novel ini banyak memberikan ilmu kepada para pembaca, khususnya tentang politik. Salah satunya digambarkan saat menjadi pemateri seminar internasional di hongkong, Thomas berkata “sehebat apapun ide moralitas yang mereka bawa, entah itu perdamaian dunia, kesejahteraan manusia, itu tetap sebuah politik. Dijual ke masyarakat luas, untuk dibeli, didengarkan, didukung. Tanpa pengikut, tanpa mesin yang melaksanakannya, ide itu kosong. Hanya kalimat-kalimat mengambang, tulisan-tulisan tergeletak. Ide politik selalu bersifat netral. Kita selalu bisa memolesnya menjadi barang dagangan yang menarik dan memiliki kepentingan”. (hlm 29)

Memang dalam sistem demokrasi ide sebaik apapun tanpa mampu “dikawal” secara politik, hal itu hanya membuat “menari di atas awan.” Artinya ide maupun orang baik sekalipun harus mampu mengonsolidasikan kekuatan-kekuatan untuk mempengaruhi lingkungan guna memenangkan pertarungan. Bukankah khalifah Ali Ibn Abi Thalib pernah berkata, “kebatilan yang terorganisir akan mampu mengalahkan kebaikan yang tercerai-berai”?

Hal menarik dari novel ini adalah mencoba mengetuk sisi kemanusiaan kita. Salah satunya deskripsi opa Thomas, seorang yang mengembara dari dataran china karena perang saudara dan wabah penyakit menuju pulau jawa dengan kapal nelayan bocor dikarenakan ingin mencari “rezeki” di bumi lain. Saat itu usia opa masih 16 tahun, kondisi kurus, kurang gizi, pakaian tersisa hanya yang menempel di badan, di kapal itulah opa kenal dengan Chai Ten yang saat itu ditimpa penyakit. (hlm. 126).  Dalam perjalan Minggu kedua sakitnya amat parah, tubuhnya pun semakin kurus. Pilihan opa thomas saat itu untuk membantunya dengan ikhlas, mencari selimut dari karung goni, memberi jatah makan padanya, membuat ramuan obat hingga akhirnya ia sembuh dan turun di bandar besar singapura, sementara opa memilih lanjut ke surabaya. (hlm 127)

Tak disangka pilihan opa untuk peduli pada chai ten saat itu berdampak pada Thomas yang hampir kehilangan nyawanya ketika disandra di laut lepas hongkong oleh para mafia hukum. Saat itu cucu chai ten, Lee datang membantu Thomas dengan membawa pasukan khusus antiteror Hongkong. Di akhir kisah sisi kemanusiaan pembaca disentuh oleh ungkapan chai ten pada thomas, “kepedulian kita hari ini akan memberikan perbedaan berarti pada masa depan. Kecil saja, sepertinya sepele, tapi besar dampaknya pada masa mendatang” (hlm. 358).

Disaat kehidupan di dunia ini serba apatis,  penulis buku amat berhasil untuk mengetuk pintu hati sekaligus menjadi oase untuk manusia agar bisa saling peduli sesama. Tanpa ada imbalan, tanpa memandang status, tanpa pandangan pragmatis, semuanya dilandasi oleh rasa yang sama, rasa kemanusiaan.

Judul Buku : Negeri di Ujung Tanduk

Penulis : Tere Liye

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tebal : 360 Halaman

Tahun Terbit: 2013

Harga: Rp 44. 000;

ISBN: 978 979 22 9429 3

Share This Article