Orkestra

fitrahbukhari
4 Min Read
gambar (http://202.171.33.55/wp-content/uploads/2014/10/osk1.jpg)

Aku tidak tahu kapan tepatnya mulai mencintai musik, tetapi dari penuturan orangtua ketika aku kecil, aku tidak suka dengan musik. Mereka selalu mengingatkanku akan peristiwa tragis terhadap ukulele yang baru diberikan mereka pada saat usiaku menginjak 2 tahun.

Saat itu Ibu membelikan ukulele untukku, kata Ibu, karena aku kesal tidak tau akan dibuat seperti apa ukulele itu, maka aku membantingnya ke lantai, “ppppraakkk”, ukulele malang itu hancur berkeping. Sejak saat itu, Ibu tak pernah lagi membelikanku alat musik.

Aku juga heran mengapa ibu tidak pernah menawarkanku private musik seperti keluarga-keluarga kelas menengah lain, mungkin ibu masih kapok karena peristiwa ukulele berkeping itu. Namun akhir-akhir ini, aku mulai mencintai musik, utamanya orkestra musik klasik. Kecintaanku ini membuatku sebisa mungkin menghadiri pertunjukan-pertunjukan orkestra baik saat di Jogja, maupun di Jakarta saat ini.

Salah satu yang kusaksikan adalah pertunjukan yang bertajuk “Simfoni Bhinneka Tunggal Ika” di Ciputra Artpreneur oleh Twilite Orchestra. Bertindak sebagai conductor dalam orkestra kali ini adalah Addie MS, conductor kenamaan asal Indonesia, yang berkolaborasi dengan Rama Widi, Harpist asal Indonesia.

Acara yang dihadiri oleh beberapa tokoh kenamaan, seperti Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, Anggota DPR RI,Tantowi Yahya serta Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia ini diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Seperti orkestra lagu kebangsaan yang sering aku dengarkan, ternyata memang orkestra Addie MS-lah yang memainkannya, aku berkesempatan untuk mendengarkan secara langsung orkestra lagu kebangsaan tersebut.

Tema kali ini mengambil tajuk “Bhinneka Tunggal Ika” bukan tanpa sebab, karena mereka akan memainkan orkestra lagu-lagu daerah di Indonesia. dari mulai Bungong Jeumpa dari Aceh hingga Yamko Rambe Yamko dari Papua. Pertunjukan tadi malam mengajarkanku betapa indahnya Indonesia, dan semakin menguatkan alasan untuk tidak mencintai Indonesia.

ada satu hal yang ku tangkap saat pertunjukan tadi malam, bahwa musik masing-masing daerah menggambarkan karakteristik masyarakatnya. Kita akan bersemangat mendengar lagu Aceh dan Papua, juga akan terhuyung-huyung dengan lagu Sunda. Jangan lupa, lagu Jawa punya cara sendiri untuk mengajarkan kita akan arti kelembutan.

Tapi yang paling menarik dari pertunjukan malam itu adalah jika daerah lain rata-rata hanya 1 atau 2 lagu yang dibawakan, daerah sumatera utara mendapatkan porsi paling besar, yakni 3 lagu. Lagu awal setelah Bungong Jeumpa dari Aceh dan Ayam Den Lapeh dari Sumatera Barat adalah Alusi Au.

Aku tidak menyangka Alusi Au, yang biasanya ku dengarkan saat didendangkan temanku di Karaoke bisa menjadi se-“magis” itu ketika di orkestrasikan. Mendengar lagu asal daerahku yang satu ini membuatku merinding, lagu itu disulap sedemikian rupa menjadi berenergi melalui biola. Seandainya Vivaldi, komposer kenamaan yang sering mengandalkan biola dalam orkestranya juga akan terperangah mendengar Alusi Au yang di orkestrasikan itu. Ada semacam energi, kemarahan, dan kekuatan yang tergambar dari lagu tersebut.

Mendengar lagu-lagu asal daerah Indonesia di malam itu, membuatku semakin mencintai Indonesia dengan segala kekayaannya. Lagu-lagu daerah yang diorkestrasikan malam itu membuatku yakin bahwa ada harapan, ada mutiara yang bisa kita gali dari kekayaan budaya nusantara.

Para leluhur kita telah menciptakan karya cipta yang luar biasa indah, tinggal lagi tugas kita untuk bersama menjaga dan memeliharanya. Aku ingat Yudi Latif dalam masterpiece-nya, Negara Paripurna pernah menulis, “masyarakat kita saat ini ibaratnya sedang tersesat di dalam rumah, namun mencari kunci di luar rumah”. Ya, aku merasa orkestrasi musik daerah malam itu jauh lebih indah diperdengarkan daripada musik Korea yang sedang digandrungi remaja tanggung Indonesia saat ini.

Malam itu aku mendapat pelajaran lagi, bahwa ada harapan untuk Negeri-ku yang malam itu menjadi malam proklamasi. Esoknya, 17 Agustus 2015, genap 70 tahun negeriku berdiri, dan malam itu, menjadi malam perayaan kemerdekaan yang paling berkesan menurutku.

Share This Article