Review Film Dunkirk: Lukisan Indah karya Nolan

fitrahbukhari
6 Min Read

Menantikan film karya Chris Nolan merupakan kenikmatan tersendiri, karyanya hadir dalam rentang waktu 2-3 tahun, kehadiran Dunkirk sendiri adalah 3 tahun pasca film terakhirnya, Interstellar. Penantian yang jika dilihat dari pendapatan box office-nya yang cukup laris membuat film ini memang banyak yang menanti.

Tema yang diambil oleh Nolan kali ini cukup beda dibanding yang lain, jika film-film sebelumnya sering mengangkat kisah orang mengalami gangguan mental (Memento), bermain di dunia khayal/mimpi (Inception) tokoh komik (The Dark Knight Trilogy) hingga petualangan luar angkasa (Interstellar). Kali ini Ia mengambil plot sejarah, namun bukan sesuatu yang umum, seperti pengeboman Pearl Harbour atau jatuhnya hiroshima dan nagasaki atau malah kamp konsentrasi Nazi. Plot yang diambilnya adalah penyelamatan tentara sekutu dari serbuan Nazi di ujung perbatasan Perancis-Belgia, sebuah daerah bernama Dunkirk.

Lokasinya yang berseberangan dengan Inggris, menjadi pilihan tentara sekutu yang sudah terkepung oleh Nazi untuk satu tujuan, tidak mati. Tentara sekutu bahu membahu untuk menyelamatkan diri atau sekadar mempertahankan hidup di tengah gempuran musuh lewat udara. Tiap beberapa menit, tentara musuh memberikan serangan bom, rudal lewat udara yang membunuh rekan, merusak kapal dan fasilitas lain. Di sisi lain, mereka harus segera meninggalkan Dunkirk, yang saat itu telah dihuni oleh 400.000 tentara.

Keistimewaan utama dari Dunkirk adalah film ini minim dialog, ia hanya memamerkan kekuatan sorotan kamera. Sepertinya Nolan ingin membawa penonton untuk merasakan langsung kengerian yang terjadi ketika itu. Sorotan kamera di film ini sangat istimewa, seperti penempatan kamera di buritan kapal ketika kapal perlahan karam akibat serangan rudal, atau fokus pada ekor pesawat ketika terkena tembakan musuh, membuat menonton film Dunkirk seperti merasakan sensasi virtual reality.  Keistimewaan lain adalah alur ceritanya. Sebagian orang mungkin akan menganggap Dunkirk adalah film yang membosankan, bikin ngantuk, dan lain-lain. Tetapi bagi saya justru melihat secara keseluruhan film Dunkirk seperti melihat lukisan yang dipahat oleh seniman berkelas.

Dunkirk terdiri dari tiga plot, plot pertama di tanggul, kedua di laut dan ketiga di udara. Plot di tanggul berisikan tentang perjuangan para tentara yang menunggu untuk diselamatkan kapal-kapal evakuasi. Plot laut menampilkan seorang nelayan Inggris yang berjuang untuk menyelamatkan tentara-tentara di Dunkirk dan plot udara dipimpin pilot Perancis yang berusaha sekuat tenaga mencegah pesawat Nazi menyerang kapal-kapal evakuasi dan tanggul yang masih padat oleh tentara sekutu.

Dalam seni lukis, plot Dunkirk karya Nolan ini dikenal dengan metode Triptych, yakni lukisan yang terdiri dari tiga bagian yang sebenarnya adalah 1 bagian secara utuh. Antara lukisan 1 dengan lain memiliki keterkaitan yang saling mendukung keindahan lukisan tersebut. Plot tanggul merupakan plot utama, yang berisikan perjuangan para tentara sekutu untuk keluar dari Dunkirk dengan berbagai cara. Nolan tidak menggambarkan perebutan untuk masuk ke kapal oleh tentara sekutu yang telah berbaris berdesakan di pantai Dunkirk, walau sedikit konflik yang digambarkan adalah yang berhak didahulukan adalah tentara Inggris.

Plot kedua dipimpin oleh seorang nelayan Inggris bernama Mr. Dawson yang diperankan oleh Mark Rylance yang berusaha melewati perairan menuju Dunkirk, dalam perjalanannya ia bertemu dengan tentara Inggris yang berhasil keluar dari Dunkirk namun terkena serangan Nazi di tengah perairan. Konflik yang digambarkan adalah sang nelayan ngotot untuk tetap pergi ke Dunkirk, sementara tentara tersebut merasa kapok jika pergi kembali ke Dunkirk.

Sementara plot ketiga, dipimpin oleh Farrier yang diperankan oleh Tom Hardy pilot Perancis yang berusaha melindungi tanggul dan kapal-kapal dari serangan rudal tentara Nazi. Konflik plot ini adalah awalnya yang menjaga udara ada tiga pesawat, namun di tengah perjalanan dua rekannya terkena tembakan tentara Nazi. Pesawat yang dikendarai Farrier pun tak terlalu prima, jarum penunjuk bahan bakarnya tak berfungsi dengan baik, ia pada akhirnya membagi fokusnya, melumpuhkan pesawat musuh sembari menjaga stabilitas bahan bakar.

Secara keseluruhan, saya berani memberikan nilai 9 bagi film Dunkirk, karena pertama, sinematografinya yang sangat baik, jarang ada film perang yang ingin mendekatkan penonton dengan situasi perang. Keberanian Nolan untuk tidak menampilkan darah, luka parah maupun potongan tubuh dalam film perang merupakan hal yang patut dipuji. Daripada menampilkan hal tersebut, Nolan mencoba mengajak penonton untuk lebih intim dengan situasi yang terjadi di Dunkirk pada saat itu.

Kedua, musik karya Hans Zimmer menambah ketegangan yang digambarkan film. Dalam karya-karyanya yang lain, Nolan memang dikenal langganan menggunakan Hans Zimmer dalam mendukung filmnya, dan duet keduanya memang tak bisa dibantah keindahannya. Ketiga, plot cerita, seperti yang sudah saya jelaskan di atas, plot yang tak biasa ini merupakan keistimewaan film-film karya Nolan. Di pertengahan film, awalnya saya menyangka akan seperti Memento yang memiliki plot mengagetkan, namun ternyata Nolan memilih Triptych, satu plot yang terdiri dari tiga cerita yang masing-masing cerita memiliki keterkaitan erat.

Cerita tentang tentara sekutu yang diserang oleh Nazi, terpuruk dan terdesak di Dunkirk, mereka tak berfikir macam-macam, mereka hanya ingin pulang dengan tetap hidup. Namun keinginan untuk pulang tak selamanya berjalan mulus, kapal untuk evakuasi kadang tak sampai ke Dunkirk karena keburu dirudal oleh Nazi. Kalaupun sudah berangkat menuju Inggris, tak ada jaminan tentara Nazi akan absen menyerangnya. Karenanya kecemasan tentara sekutu untuk menyeberangi Dunkirk yang coba untuk digambarkan Nolan. Mempertahankan hidup adalah salah satu cara mencintai hidup karena tak ada yang lebih mahal dibanding kehidupan. Dunkirk mengajari kita 1 hal, mempertahankan hidup adalah sebuah kemenangan.

Share This Article